Teori ini menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi
tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi
jenis penggunaan tanah di daerah tersebut. Teori ini juga memperhatikan jarak
tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut memasukkan variabel
keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Pada
perkembangannya teori ini tidak hanya berlaku untuk komoditas pertanian, tetapi
berlaku juga untuk komoditas lainnya.
Model Von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum
era industrialisasi. Dalam teori ini terdapat 7 asumsi yang digunakan oleh Von
Thunen dalam pengujiannya:
Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah
perkotaan dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok
kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian – isolated stated
Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan
kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil
pertanian dari daerah lain – single market
Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke
daerah lain kecuali ke daerah perkotaan – single destination
Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous)
dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah
Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk
memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan
peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan – maximum
oriented
Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah
angkutan darat– one moda transportation
Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding
dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar
– equidistant
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis
pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang
mengelilingi daerah pertanian.
Ilustrasi Teori Von Thunen
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, menampilkan “isolated area” yang terdiri dari dataran yang
“teratur”, kedua adalah, kondisi yang “telah dimodifikasi” (terdapat sungai
yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan
produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi
dari pasar (pusat kota).
Model Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya
produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah
memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya
transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti
berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya
transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.
Dalam teori von Thunen ini, terdapat beberapa asumsi yang
sudah tidak relevan lagi, diantaranya adalah:
1. Jumlah Pasar
Di Indonesia pada umumnya tidak hanya terdapat
satu market center, tetapi dua atau lebih pusat dimana petani dapat
menjual komoditinya.
2. Topografis
Kondisi topografi dan kesuburan tanah tidak selalu sama,
pada dasarnya kondisi ini selalu berbeda untuk tiap-tiap wilayah pertanian.
Jadi untuk hasil pertanian yang akan diperoleh juga akan berbeda pula.
3. Biaya Transportasi
Keseragaman biaya transportasi ke segala arah dari pusat
kota yang sudah tidak relevan lagi, karena tergantung dengan jarak pemasaran
dan bahan baku, dengan kata lain tergantung dengan biaya transportasi itu
sendiri (baik transportasi bahan baku dan distribusi barang).
4. Petani tidak
semata-mata ‘profit maximization’
Petani yang berdiam dekat dengan daerah perkotaan mempunyai
alternatif komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan
petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan lebih terbatas.
Teori Von Thunen ini dapat digunakan sebagai dasar
pendekatan pengembangan wilayah kawasan perbatasan, khususnya melalui
pengembangan transportasi. Wilayah kawasan perbatasan di Indonesia umumnya
merupakan wilayah yang memiliki jarak paling jauh dari pusat kota dan berfungsi
sebagai penyedia bahan baku. Berdasarkan teori ini, kegiatan ekonomi/produksi
yang paling cocok untuk wilayah ini adalah kegiatan ekonomi/produksi komoditas
yang paling efisien (dihitung menurut besaran biaya produksi dan biaya
transportasi) jika berada di dekat penyedia bahan baku dan jauh dari market
(pusat kota). Contohnya seperti kegiatan produksi komoditas ekstraktif (barang
tambang) dan peternakan. Pengembangan transportasi untuk mendukung kegiatan
ekonomi/produksi ini adalah dengan membangun infrastruktur transportasi yang
menghubungkan antara penyedia bahan baku dengan market (pusat kota).
Sebagai contoh kawasan perbatasan PALSA (Kabupaten Sambas,
yang terdiri dari Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar) sektor ekonomi utamanya
adalah pertanian (dengan komoditas utama padi ladang yang memiliki persentase
terbesar penggunaan lahan yaitu sebesar 28,8%; serta komoditas utama palawija
ubi kayu yang memiliki persentase produksi tertinggi yaitu sebesar 43,14%).
Dengan struktur mata pencaharian penduduk kawasan perbatasan yang sebagian
besar adalah petani, maka sektor industri sama sekali tidak berkembang, baik
industri ringan, sedang maupun berat. Kegiatan perdagangan berskala besar di
kawasan perbatasan hingga tahun 1999 relatif sangat sedikit (0.2%).
Selebihnya berupa kegiatan perdagangan berskala sedang (11.90%) dan perdagangan
berskala kecil (87.90%).
Selama ini memang telah disadari bahwa orientasi
ekonomi kawasan perbatasan adalah ke wilayah Sarawak (Malaysia). Sedangkan
untuk pemasaran komoditi ke pusat-pusat pasar di Kabupaten Sambas masih cukup
sulit dilakukan. Hal ini disebabkan belum cukup tersedianya sarana dan
prasarana transportasi darat, sehingga proses koleksi, distribusi, dan
pelayanan di kawasan perbatasan mengikuti pasang surutnya air sungai. Pada
musim hujan komoditi dari pedalaman dapat dipasarkan melalui sungai-sungai
kecil yang menginduk ke Sungai Sambas,Bantanan dan Paloh. Dari sungai ini
melalui jarak dan rantai pemasaran yang panjang, barang-barang dapat
dipasarkan ke pusat-pusat pemasaran dalam waktu berhari-hari.
Teori Von Thunen kurang relevan lagi dengan kondisi
sekarang.
Berikut adalah Teori Model Von Thunen :Johann Heinrich Von
Thunen adalah orang yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern.
Lahir pada tanggal 24 Juni 1783, Von Thunen mengenyam pendidikan di Gottingen
dan sebagian besar menghabiskan waktu hidupnya mengelola daerah pinggiran di
Tellow. Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State (1826),
Von Thunen menjabarkan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang
menghubungkan teori ini dengan teori sewa (theory of rent). Von Thunen
adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara
pasar, produksi, dan jarak. Dalam menjelaskan teorinya ini, Von
Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan
bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat
produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di
suatu daerah. Gambar model Von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua
bagian.
Pertama, menampilkan “isolated area” yang terdiri dari
dataran yang “teratur”, kedua adalah, kondisi yang “telah dimodifikasi”
(terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian
memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung
pada lokasi dari pasar (pusat kota).
Model tersebut, membandingkan hubungan antara biaya
produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah
memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya
transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti
berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya
transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.
Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat
sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut :
Kota terletak di tengah antara “daerah terisolasi” (isolated
state).
Isolated State dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya
datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan. Kualitas tanah dan iklim
tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar
lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota. Tidak
terdapat jalan penghubung,petani mencari untung sebesar-besarnya.
Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada
keadaan saat ini, dimana prasarana transportasi sudah begitu maju, alat
tranportasi sebagai alat angkut hasil pertanian juga banyak dan murah.
Penggunaan teknologi modern dalam bidang pertanian menyebabkan teori Von
Thunen ini sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini. Tetapi
bagaimanapun kita harus mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Selain itu ada beberapa kelemahan teori Von Thunen yaitu
:
- Merupakan model keseimbangan yang sifatnya parsial,
tidak memuat interelasi antara variabel yang telah di khususkan, perhitungan
akan susah dilakukan bila terjadi perubahan di masa mendatang;
- Tidak memperhatikan faktor non ekonomis yang
mempengaruhi produksi;
- Tidak memperhitungkan perbedaan luas perusahaan
pertanian atau luas pasaran yang tak menghasilkan ekonomi berskala produksi
atau pasaran yang bersangkutan sehingga dapat merusak zona tata guna lahan.
Kelemahan teori Von Thunen terletak pada:
1.Keterkaitannya pada waktu;
2. Keterkaitannya pada wilayah karena:1. Kemajuan
di bidang transportasi telah menghemat banyak waktu dan uang (mengurangi resiko
busuk komoditi); 2.Adanya berbagai bentuk pengawetan, memungkinkan
pengiriman jarak jauh tanpa resiko busuk; 3. Negara industri mampu
membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota; 4. Antara
produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasaran (tidak
selalu memanfaatkan jasa kota dalam pemasarannya).
3. Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keruangan
selain biaya transport adalah:
a. Prasarana jalan yang baik dan kemudahan akses ke
pasar kota menjadi faktor penentu komposisi keruangan;
b. Mekanisme pasar yang terbuka hingga menimbulkan
terjadinya supply dandemand, memungkinkan terjadinya economic
landscape sebagai faktor penting mempengaruhi komposisi keruangan;
c. Adanya lokasi alternatif juga bisa berpengaruh pada
komposisi keruangan;
d. Skala produksi: biaya/unit vs jumlah produk; localisation
economies danurbanisation economies;
e. Lingkungan bisnis: kebijakan pemerintah, lokasi
pesaing, dsb;
f. Faktor Kesejarahan.
Kesimpulan
Gagasan utama yang dapat diambil dari Teori Von Thunen
adalah bahwa tata guna lahan akan mempengaruhi nilai sewa suatu lahan. Area
yang berada dipusat pasar atau kota akan memiliki nilai atau harga yang lebih
mahal dibandingkan lahan yang berlokasi jauh dari pusat pasar. Banyaknya
kegiatan yang berpusat pada kota atau pusat pasar ini menjadikan kota memiliki
nilai yang lebih ekonomis untuk mendapatkan keuntungan maksimal bagi para
pelaku pertanian. Perbedaan yang disebabkan oleh faktor jarak ini
menentukan nilai suatu barang, semakin jauh jarak yang ditempuh oleh para
petani maka biaya transportasi yang dikeluarkan akan semakin meningkat,
sehingga para petani akan memilih untuk menyewa lahan yang lebih dekat dengan
pusat pasar atau kota dengan harapan bisa mendapatkan nilai atau harga barang
yang lebih tinggi tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi yang tinggi.
Namun demikian, jika kita cermati Teori Von Thunen pada masa sekarang,
sepertinya teori ini tidak dapat sepenuhnya diterapkan meskipun perbedaan sewa
lahan di wilayah kota dinilai lebih tinggi namun permasalahan mengenai biaya
transportasi yang terjadi pada masa itu kini sudah tidak terlalu membebani para
pelaku pertanian pada masa sekarang, karena jasa angkutan sudah sangat jauh
berkembang dibandingkan pada masa itu, sehingga area pertanian tidak harus
selalu mendekati pusat pasar atau kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar