Pages

Rabu, 24 Juli 2013

TEORI VON THUNEN DAN APLIKASINYA


Teori ini menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah di daerah tersebut. Teori ini juga memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut memasukkan variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Pada perkembangannya teori ini tidak hanya berlaku untuk komoditas pertanian, tetapi berlaku juga untuk komoditas lainnya.
Model Von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum era industrialisasi. Dalam teori ini terdapat 7 asumsi yang digunakan oleh Von Thunen dalam pengujiannya:
Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian – isolated stated
Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain – single market
Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke daerah perkotaan – single destination
Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah
Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan – maximum oriented
Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat– one moda transportation
Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar – equidistant
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.




Ilustrasi Teori Von Thunen
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan “isolated area” yang terdiri dari dataran yang “teratur”, kedua adalah, kondisi yang “telah dimodifikasi” (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).

Model Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.

Dalam teori von Thunen ini, terdapat beberapa asumsi yang sudah tidak relevan lagi, diantaranya adalah:
1.       Jumlah Pasar
Di Indonesia pada umumnya tidak hanya terdapat satu market center, tetapi dua atau lebih pusat dimana petani dapat menjual komoditinya.
2.       Topografis
Kondisi topografi dan kesuburan tanah tidak selalu sama, pada dasarnya kondisi ini selalu berbeda untuk tiap-tiap wilayah pertanian. Jadi untuk hasil pertanian yang akan diperoleh juga akan berbeda pula.
3.       Biaya Transportasi
Keseragaman biaya transportasi ke segala arah dari pusat kota yang sudah tidak relevan lagi, karena tergantung dengan jarak pemasaran dan bahan baku, dengan kata lain tergantung dengan biaya transportasi itu sendiri (baik transportasi bahan baku dan distribusi barang).
4.       Petani tidak semata-mata ‘profit maximization’
Petani yang berdiam dekat dengan daerah perkotaan mempunyai alternatif komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan lebih terbatas.

Teori Von Thunen ini dapat digunakan sebagai dasar pendekatan pengembangan wilayah kawasan perbatasan, khususnya melalui pengembangan transportasi. Wilayah kawasan perbatasan di Indonesia umumnya merupakan wilayah yang memiliki jarak paling jauh dari pusat kota dan berfungsi sebagai penyedia bahan baku. Berdasarkan teori ini, kegiatan ekonomi/produksi yang paling cocok untuk wilayah ini adalah kegiatan ekonomi/produksi komoditas yang paling efisien (dihitung menurut besaran biaya produksi dan biaya transportasi) jika berada di dekat penyedia bahan baku dan jauh dari market (pusat kota). Contohnya seperti kegiatan produksi komoditas ekstraktif (barang tambang) dan peternakan. Pengembangan transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi/produksi ini adalah dengan membangun infrastruktur transportasi yang menghubungkan antara penyedia bahan baku dengan market (pusat kota).

  
Sebagai contoh kawasan perbatasan PALSA (Kabupaten Sambas, yang terdiri dari Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar) sektor ekonomi utamanya adalah pertanian (dengan komoditas utama padi ladang yang memiliki persentase terbesar penggunaan lahan yaitu sebesar 28,8%; serta komoditas utama palawija ubi kayu yang memiliki persentase produksi tertinggi yaitu sebesar 43,14%). Dengan struktur mata pencaharian penduduk kawasan perbatasan yang sebagian besar adalah petani, maka sektor industri sama sekali tidak berkembang, baik industri ringan, sedang maupun berat. Kegiatan perdagangan berskala besar di kawasan perbatasan hingga tahun  1999 relatif sangat sedikit (0.2%). Selebihnya berupa kegiatan perdagangan berskala sedang (11.90%) dan perdagangan berskala kecil (87.90%).
Selama ini memang telah disadari  bahwa orientasi ekonomi kawasan perbatasan adalah ke wilayah Sarawak (Malaysia). Sedangkan untuk pemasaran komoditi ke pusat-pusat pasar di Kabupaten Sambas masih cukup sulit dilakukan. Hal ini disebabkan belum cukup tersedianya sarana dan prasarana transportasi darat, sehingga proses koleksi, distribusi, dan pelayanan di kawasan perbatasan mengikuti pasang surutnya air sungai. Pada musim hujan komoditi dari pedalaman dapat dipasarkan melalui sungai-sungai kecil yang menginduk ke Sungai Sambas,Bantanan dan Paloh. Dari sungai ini melalui jarak dan rantai pemasaran yang panjang, barang-barang dapat dipasarkan  ke pusat-pusat pemasaran dalam waktu berhari-hari.

Teori Von Thunen kurang relevan lagi dengan kondisi sekarang.
Berikut adalah Teori Model Von Thunen :Johann Heinrich Von Thunen adalah orang yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern. Lahir pada tanggal 24 Juni 1783, Von Thunen mengenyam pendidikan di Gottingen dan sebagian besar menghabiskan waktu hidupnya mengelola daerah pinggiran di Tellow. Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State (1826), Von Thunen menjabarkan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang menghubungkan teori ini dengan teori sewa (theory of rent). Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak. Dalam menjelaskan teorinya ini, Von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Gambar model Von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, menampilkan “isolated area” yang terdiri dari dataran yang “teratur”, kedua adalah, kondisi yang “telah dimodifikasi” (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).

Model tersebut, membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.
Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut :
Kota terletak di tengah antara “daerah terisolasi” (isolated state).
Isolated State dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan. Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota. Tidak terdapat jalan penghubung,petani mencari untung sebesar-besarnya.
Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan saat ini, dimana prasarana transportasi sudah begitu maju, alat tranportasi sebagai alat angkut hasil pertanian juga banyak dan murah. Penggunaan teknologi modern dalam bidang pertanian menyebabkan teori Von Thunen ini sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini. Tetapi bagaimanapun kita harus mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.

Selain itu ada beberapa kelemahan teori Von Thunen yaitu :
- Merupakan model keseimbangan yang sifatnya parsial, tidak memuat interelasi antara variabel yang telah di khususkan, perhitungan akan susah dilakukan bila terjadi perubahan di masa mendatang;
- Tidak memperhatikan faktor non ekonomis yang mempengaruhi produksi;
- Tidak memperhitungkan perbedaan luas perusahaan pertanian atau luas pasaran yang tak menghasilkan ekonomi berskala produksi atau pasaran yang bersangkutan sehingga dapat merusak zona tata guna lahan.


Kelemahan teori Von Thunen terletak pada:

1.Keterkaitannya pada waktu;

2. Keterkaitannya pada wilayah karena:1. Kemajuan di bidang transportasi telah menghemat banyak waktu dan uang (mengurangi resiko busuk komoditi); 2.Adanya berbagai bentuk pengawetan, memungkinkan pengiriman jarak jauh tanpa resiko busuk; 3. Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota; 4. Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasaran (tidak selalu memanfaatkan jasa kota dalam pemasarannya).



3. Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keruangan selain biaya transport adalah:

a. Prasarana jalan yang baik dan kemudahan akses ke pasar kota menjadi faktor penentu komposisi keruangan;


b. Mekanisme pasar yang terbuka hingga menimbulkan terjadinya supply dandemand, memungkinkan terjadinya economic landscape sebagai faktor penting mempengaruhi komposisi keruangan;
c. Adanya lokasi alternatif juga bisa berpengaruh pada komposisi keruangan;
d. Skala produksi: biaya/unit vs jumlah produk; localisation economies danurbanisation economies;
e. Lingkungan bisnis: kebijakan pemerintah, lokasi pesaing, dsb;
f. Faktor Kesejarahan.


Kesimpulan
Gagasan utama yang dapat diambil dari Teori Von Thunen adalah bahwa tata guna lahan akan mempengaruhi nilai sewa suatu lahan. Area yang berada dipusat pasar atau kota akan memiliki nilai atau harga yang lebih mahal dibandingkan lahan yang berlokasi jauh dari pusat pasar. Banyaknya kegiatan yang berpusat pada kota atau pusat pasar ini menjadikan kota memiliki nilai yang lebih ekonomis  untuk mendapatkan keuntungan maksimal bagi para pelaku pertanian. Perbedaan yang  disebabkan oleh faktor jarak ini menentukan nilai suatu barang, semakin jauh jarak yang ditempuh oleh para petani maka biaya transportasi yang dikeluarkan akan semakin meningkat, sehingga para petani akan memilih untuk menyewa lahan yang lebih dekat dengan pusat pasar atau kota dengan harapan bisa mendapatkan nilai atau harga barang yang lebih tinggi tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi yang tinggi. Namun demikian, jika kita cermati Teori Von Thunen pada masa sekarang, sepertinya teori ini tidak dapat sepenuhnya diterapkan meskipun perbedaan sewa lahan di wilayah kota dinilai lebih tinggi namun permasalahan mengenai biaya transportasi yang terjadi pada masa itu kini sudah tidak terlalu membebani para pelaku pertanian pada masa sekarang, karena jasa angkutan sudah sangat jauh berkembang dibandingkan pada masa itu, sehingga area pertanian tidak harus selalu mendekati pusat pasar atau kota. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar